SUKSES GARA-GARA KRITIK

Sukses Gara-Gara Kritik

Akhir-akhir ini terjadi gonjang-ganjing langit kelap-kelap gedubrak di jagat komunitas menulis, gara-gara buku-buku yang diterbitkan teman-teman diobok-obok oleh penulis 101 Dosa Penulis Pemula (bukunya bisa dibeli sama saya diskon 10%).

Sebagian besar penulis merasa marah, tersinggung bahkan sakit hati karena hasil kerja kerasnya dikuliti habis-habisan. Tapi ada juga yang merasa bangga dan berterima kasih karena sudah diberi kesempatan mendapatkan krisan dari penulis best seller Bapak Isa Alamsyah.

Melihat buku teman-teman diobrak-abrik, terus terang saya sakit hati. Sakit hati karena merasa harusnya buku saya juga ikut dikuliti dan dibantai sampai saya bisa merevisinya menjadi buku yang best seller. Kenyataannya saya cuma ikutan memberi kritikan pedas, huahhh.

Menjadi penulis memang bukan pekerjaan yang mudah. Perjuangan pertama adalah menulis buku sampai selesai. Tidak seperti saya yang banyak menulis buku, tapi hanya sampai ke judulnya saja.

Langkah selanjutnya adalah endapkan, lalu baca ulang, edit, baca, edit, sampai merasa sempurna. Lalu sebaiknya lakukan semacam test pasar. Berikan sampel buku kepada sepuluh orang yang senang membaca buku apa saja, dari kalangan berbeda. Tanya pada mereka, apakah bukunya menarik, bermanfaat, lucu, menghibur, berkesan, lalu tanyakan saran-saran dan pendapat mereka. Lakukan editing sekali lagi, baca sekali lagi. Setelah itu buku siap dikirim ke penerbit.

Ujian paling berat bagi penulis adalah setelah buku diterbitkan. Kenapa? Penulis juga harus ikut bertanggung jawab melakukan promosi untuk memasarkan bukunya. Penulis juga harus mempersiapkan mentalnya agar kuat bila karyanya diejek, dibantai, dikritik, dikuliti, bahkan jika dibuang ke tempat sampah dan diinjak-injak pembaca. Bahkan siap juga apabila ada tuntutan yang menjebloskannya ke hotel prodeo.

Bukan menakut-nakuti, tapi kalau kita sudah berani melempar karya ke pasar, berarti buku yang kita tulis sudah milik masyarakat yang akan mempengaruhi opini publik. Terimalah kritik dengan senyuman, lapang dada dan rasa terima kasih. Lebih baik diberikan kritik pedas daripada dicuekin. Kritik akan menempa kita menjadi kuat, bijak dan meningkatkan kualitas tulisan kita. Seperti halnya besi yang semakin tajam dan kuat jika ditempa berkali-kali, begitu pulalah seorang penulis.

Sebagai contoh, pernah ada seorang penulis senior, yang karyanya sudah ada sebelum anak saya lahir. Suatu hari anak saya memberikan kritik terhadap buku yang beliau tulis. Tentu saja hanya kritikan tak penting seorang anak. Apakah penulis senior itu marah? Dia malah berterima kasih, dan berjanji akan melakukan revisi di cetakan berikutnya.

Jadi, jika penulis senior saja berterima kasih terhadap kritikan seorang anak kecil, bagaimana dengan kita yang baru menapaki tangga dunia literasi? Berterima kasihlahlah terhadap kritik. Kritik adalah bukti kasih sayang yang akan membesarkan kita. Bersahabatlah dengan kritik, maka kita akan dekat dengan kesuksesan.

Bagaimana cara menghadapi kritik agar terlihat elegan dan tidak hilang muka? Belajarlah ngeles dan jadilah orang koplak. Mungkin tips ngeles di bawah ini perlu dicoba:


1) Seorang teman mengkritik salah ketik di tulisan kita. Jawab saja: "Oh, iya. Maaf jari saya udah lama nggak yoga, jadi kepleset waktu ngetik."

2) Ada yang bilang cover buku kita tidak menarik. Jawab saja: "Wah, memang benar ya, cover buku saya nggak menarik. Yang menarik kan cuma tangan."

3) Ada yang mengkritik humor kita garing. Jawab saja: "Bener juga. Saya juga sering ngerasa humor saya garing. Tapi tenang saja, saya nyetok banyak minyak goreng. Nanti tinggal digoreng saja, lumayan buat cemilan."

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 comments:

comments
August 5, 2020 at 5:50 PM delete

MasyaaAllah bener banget. Jadi kesimpulannya kita harus siap dikritik ya Bu?

Reply
avatar